SAlah satu tujuan dari kemajuan teknologi adalah untuk membuat hidup manusia lebih nyaman. Manusia selalu menginginkan hal ynag lebih baik dalam hidupnya, oleh karena itu, manusia selalu berinovasi, selalu membuat perubahan menuju hal yang lebih baik, lebih nyaman. SAlah satu teknologi yang dibuat untuk memberikan kenyamanan bagi manusia adalah AC atau Air Conditioner. Sesuai dengan namanya, AC digunakan untuk mengatur temperatur dalam ruangan sehingga manusia dapat merasa lebih nyaman didalamnya. Teknologi yang baik dan pas bagi keinginan manusia, terutama di Indonesia yang suhu lingkungannya sekitar 30 derajat celcius, bahkan dapat mencapai 33 derajat celcius di siang hari pada musim kemarau.
Manusia(terutama di Indonesia), menemukan kenyamanan dalam penggunaan AC. Teknologi ini semakin berkembang seiring waktu. Bahkan mulai bergeser menjadi gaya hidup dan kebutuhan yang mendekati kebutuhan sekunder. Harga perangkat AC yang makin rendah dan begitu pula dengan konsumsi listriknya yang makin efisien membuat makin banyak orang menggunakannya.
Namun, ada sisi buruk yang muncul darinya.
Dari sudut gaya hidup, penggunaan AC di rumah pribadi memberikan kepuasan dan gengsi tersendiri bagi pemilik rumah. Rumah dengan AC menjadi impian mereka yang belum pernah mempunyai AC di rumah tinggal mereka. Yang belum pernah merasakan keadaan rumah ber-AC dibilang 'ndeso', apalagi yang jatuh sakit karena terlalu lama terpapar hawa dingin AC, pasti dibilang 'katrok'. Mereka yang terus-menerus menggunakan AC di hidupnya(rumah, kantor, sekolah, tempat perbelanjaan, mobil, dll) terkadang mengalami kesulitan untuk berada di tempat yang tidak ber-AC. Mereka cepat merasa gerah dan berkeringat banyak yang membuat mereka jauh dari keadaan nyaman.
DAri sudut fungsi, AC sudah bergeser dari alat pembuat nyaman hidup dengan memberikan suhu ruangan yang sejuk menjadi alat pendingin ruangan. Kenapa saya sebut menjadi alat pendingin ruangan, karena ada masyarakat yang merasa kalo belum dingin, bahkan sampai menggigil, lebih baik tidak usah memakai AC. Ada pula yang bilang, bahwa AC harus dioperasikan pada suhu tertentu, kalau tidak akan membuat AC cepat rusak. Contoh, jika di kamar berukuran 3mx4m dipasang AC, namun AC hanya boleh dioperasikan pada 24 derajat celsius, ternyata si anak merasa kedinginan sehingga tidak bisa banyak beraktifitas tanpa mengenakan jaket atau selimut. Belum ada alasan yang jelas yang saya dapatkan mengenai hal ini. Begitu pula ketika suatu ruang kelas dipasang AC central untuk seluruh gedung, ternyata suhu ruangannya diatur pada suhu tertentu sehingga para siswa akhirnya belajar, walau tidak dapat berkonsentrasi penuh karena disibukkan dengan aktifitas menghangatkan badan, bergoyang kesana kemari, menempelkan tangan di ketiak atau ditaruh di bawah pantat, menggosok-gosokkan tangan,dll. Ditambah pula dengan iklan/promosi AC yang menggambarkan bahwa dengan memakai AC, maka kita dapat merasakan sejuk layaknya berada di cuaca salju, dengan berpakaian ala orang Eskimo, bahkan ada pula yang ditambah dengan meminum segelas minuman hangat. Yang terbersit dalam pikiran saya, "Nah lho, diluar panas, tapi jadinya malah minum air hangat karena pakai AC sampai kedinginan. Terus, maunya manusia ini ngerasa hangat, sejuk, panas apa dingin sih??".
Bingung saya sampai sekarang.
Kita pun tahu, bahwa prinsip kerja AC secara mudah adalah memindahkan panas dari dalam ruangan menuju lingkungan. Karena panas di dalam ruangan berkurang, maka suhu ruangan pun menjadi lebih rendah. Jadi, dapat kita simpulkan secara sederhana, bahwa dengan kita membuang panas ke lingkungan(luar ruangan) maka kita membuat suhu ruangan lebih panas. Hal ini dikarenakan makin banyaknya pengguna AC. Coba saja kita berdiri mendekati buangan panas pendingin udara sebuah pusat perbelanjaan modern, bagaimana panas yang dibuang? seberapa panas hasil buangan panas tersebut agar orang-orang dapat berbelanja dengan nyaman? Demikian pula jika kita menggabungkan buangan panas dari AC yang dipakai seluruh warga suatu kompleks perumahan, pasti juga demikian panas, buangan panas dari AC tersebut. Ditambah pula panas yang dihasilkan dari pembangkit listrik yang harus memenuhi kebutuhan listrik penduduk yang makin meningkat. Jadi, bisa dibilang, kita menambahkan panas ke lingkungan karena keinginan kita untuk merasakan hawa sejuk(atau malah hawa dingin??). Mungkin ada penulis lain yang bisa memberikan gambaran mengenai signifikan atau tidaknya buangan panas ini pada kenaikan suhu lingkungan.
Ada beberapa ide yang bisa saya bagi untuk pengguna AC.
> Atur suhu AC pada suhu sedikit dibawah suhu lingkungan, agar buangan panas tidak terlampau banyak.
> Manfaatkan panas buangan AC agar tidak menjadi panas yang sia-sia(contoh: panas AC digunakan untuk mengeringkan sepatu, atau panas yang dikeluarkan AC disalurkan untuk mengeringkan pakaian, dll).
> Jangan sering-sering menggunakan AC jikalau tidak perlu. Maksudnya disini adalah agar kita tidak "kecanduan" memakai AC
Kalau ada ide lain, penulis dengan senang hati menampung dan mendukung. Mari kita dukung perubahan menuju hidup yang lebih baik dengan teknologi yang lebih baik.
Bagaimana dengan anda?
Blog ini adalah cuplikan kisah sehari2 yang sempat tertulis. Demikian pula dengan beberapa pemikiran ataupun "ilham" yang menyambangi...
22 Desember 2009
TObacco in Indonesia
After seeing 101 East--a programme of Al Jazeera-- which gives a introductory perspective of asian countries, this time, about tobacco in Indonesia, I felt....much like....embarrased. I do feel so because what they showed me --also their international viewers--in the programme, that Indonesians are so addicted to tobacco.
There was one side that they picture a young mother being sick--lung cancer-- for their men in the family smoke. They portrayed the ironi that she got the cancer although she breathed second-hand-smoke(smoke that smokers release). She doesnt smoke, but eventually she died to it. She cant hold her newborn child anymore. And yet their family cant let their hand off their cigarettes, only this time, less than their usual consumption. Even some of the relatives didnt believe that tobacco can cause death, at least sickness. They even tell that being cough a lot is not sick, since for them being sick means you can only rest in your bed doing hardly anything. They were saying it in plain face.
IN the other hand, in the tobacco farmers side, a man has been smoking for 30 years, and he is smoking less since he felt harder to breathe. His wife even says that smoking is OK and it wont give any sickness to them. She even let her teenage child smoke since she things it is not masculine for men who doesnt smoke. She said it in the same plain face of farmers in villages.
They also portrayed about when MUI decided to lay fatwa 'haram' to cigarrettes(which means they ban moslems to smoke), farmers rally to refuse the fatwa. The head rally was a moslem as well, pointing out that they will give their life to stand against that fatwa. They dont care who they are facing, since what matters the most for them is that people can keep smoking so the tobacco farmers dont have to lose their job, or even switch their plantation. Some even caught by camera bringing a figure which implies "Cigarettes are not poison".. Even the reporter said, "For them, welfare is more important than theology".
They even portrayed that the brave ex health minister, Siti Fadilah Supari, cannot say anything after being asked about cigarette issue by saying that she is not ready for such question and leaving the question to her staff in excuse to an occasion she was too late to attend.
Their portrays stubs me. They were portraying the embarrasing side of Indonesia in terms of this Cigarette issue.They were concluding that the very low tax and perfect market for cigarettes manufacturer to gain enourmous profit, while in the other hand, bring more Indonesians to their graves earlier.
Tobacco issue is a heartbreaking issue for me. I do realize that many farmers and workers earn their small welfare from it, events gain big-time sponsorship. But in the other hand, more people get sick since for many people--regardless of their financial situation-- smoke regularly either for masculinity, bravery, soothe feelings, relaxing effect. Adding to the fact that more male in their early teen smoke. Plus, the level of role model of Member Of REpresentative board who even smoke in several air-conditioned area or meeting rooms. ANd what hurt me often? It hurts me when I see people smoke almost in any place, they hardly care of what their smoke do to non-smokers. They exhale those poisonous smoke everywhere they smoke, even though there are people who cant inhale it.
Stop Smoking, and tell people not to smoke in public area!
There was one side that they picture a young mother being sick--lung cancer-- for their men in the family smoke. They portrayed the ironi that she got the cancer although she breathed second-hand-smoke(smoke that smokers release). She doesnt smoke, but eventually she died to it. She cant hold her newborn child anymore. And yet their family cant let their hand off their cigarettes, only this time, less than their usual consumption. Even some of the relatives didnt believe that tobacco can cause death, at least sickness. They even tell that being cough a lot is not sick, since for them being sick means you can only rest in your bed doing hardly anything. They were saying it in plain face.
IN the other hand, in the tobacco farmers side, a man has been smoking for 30 years, and he is smoking less since he felt harder to breathe. His wife even says that smoking is OK and it wont give any sickness to them. She even let her teenage child smoke since she things it is not masculine for men who doesnt smoke. She said it in the same plain face of farmers in villages.
They also portrayed about when MUI decided to lay fatwa 'haram' to cigarrettes(which means they ban moslems to smoke), farmers rally to refuse the fatwa. The head rally was a moslem as well, pointing out that they will give their life to stand against that fatwa. They dont care who they are facing, since what matters the most for them is that people can keep smoking so the tobacco farmers dont have to lose their job, or even switch their plantation. Some even caught by camera bringing a figure which implies "Cigarettes are not poison".. Even the reporter said, "For them, welfare is more important than theology".
They even portrayed that the brave ex health minister, Siti Fadilah Supari, cannot say anything after being asked about cigarette issue by saying that she is not ready for such question and leaving the question to her staff in excuse to an occasion she was too late to attend.
Their portrays stubs me. They were portraying the embarrasing side of Indonesia in terms of this Cigarette issue.They were concluding that the very low tax and perfect market for cigarettes manufacturer to gain enourmous profit, while in the other hand, bring more Indonesians to their graves earlier.
Tobacco issue is a heartbreaking issue for me. I do realize that many farmers and workers earn their small welfare from it, events gain big-time sponsorship. But in the other hand, more people get sick since for many people--regardless of their financial situation-- smoke regularly either for masculinity, bravery, soothe feelings, relaxing effect. Adding to the fact that more male in their early teen smoke. Plus, the level of role model of Member Of REpresentative board who even smoke in several air-conditioned area or meeting rooms. ANd what hurt me often? It hurts me when I see people smoke almost in any place, they hardly care of what their smoke do to non-smokers. They exhale those poisonous smoke everywhere they smoke, even though there are people who cant inhale it.
Stop Smoking, and tell people not to smoke in public area!
09 Desember 2009
Resensi "When Tomorrow Comes(Gerhana Terakhir)"
Cerita "When Tomorrow Comes" ditulis oleh Peter O'Connor, penulis berkebangsaan Australia dan kemudian dialihbahasakan Lulu Wijaya. Cerita ini merupakan bagian dari buku terbitan Gramedia yang juga memuat cerita Peter O'Connor lainnya yang berjudul "Seeking Daylight's End(Mengejar Matahari)".
cerita ini berawal dari keinginan seorang kakek bernama Joseph untuk pergi melihat gerhana matahari sebagai petualang terakhir yang ingin ia lakukan untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggal dunia karena penyakit kanker yang menggerogotinya. Hal ini dilakukan sebagai keinginan terakhirnya karena pada 4 kesempatan sebelumnya ia selalu gagal untuk melihat gerhana matahari. Lokasi yang diinginkan adalah Ceduna, sangat jauh dari Queensland dimana ia dirawat. Hal ini tentu saja mendapatkan tentangan dari keluarganya. Namun begitu, jiwa petualang Joseph yang tidak menerima hidupnya berakhir di rumah sakit menunggu kematian menjemput tidak menyurutkan keinginan Joseph untuk bertualang melihat gerhana matahari Ceduna. Ia pun mengajak cucunya Sarah untuk ikut serta , walau tanpa Sarah pun Joseph tetap pergi. Joseph juga memberikan buku hariannya yang ditulis di usia senjanya kepada SArah, padahal buku itu tak pernah ia ijinkan untuk dibaca orang lain selain istrinya. Setelah mengalami konflik batin yang cukup lama, akhirnya Sarah memutuskan menemani kakeknya bertualang menuju Ceduna.
Sarah yang belum pernah melakukan petualangan sebelumnya banyak melakukan hal-hal baru seperti mengendarai mobil dobel gardan yang disewa kakeknya, padahal ia terbiasa mengendarai mobil transmisi otomatis untuk berangkat kerja. Selama perjalanan, mereka menyempatkan diri untuk singgah dibeberapa tempat yang belum pernah SArah kunjungi. SArah pun merasa senang karena ia menemukan jiwanya yang hilang, bisa mendengarkan kisah-kisah kakek rentanya, mengambil gambar-gambar menakjubkan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Walaupun kakeknya terus menutupi keadaan bahwa penyakitnya makin cepat menggerogotinya. Membuatnya semakin cepat mendekati kematian.
Beberapa hari sebelum peristiwa gerhana terjadi, tiba-tiba kakeknya tidak sadarkan diri dan terpaksa kembali dirawat di kota Port Augusta yang dekat dengan Ceduna. Sarah pun kembali mengalami konflik batin, antara menjaga kakek tersayangnya atau meneruskan perjalanan. Tentu saja, Joseph meminta Sarah untuk meneruskan perjalanan dan memotret gerhana sebagai hadiah terakhir untuknya. Akhirnya, dengan berat hati, Sarah pun segera pergi ke Ceduna, tujuan utama perjalanannya. Disana, ia menyadari kenapa kakeknya begitu ngotot ingin pergi. Ia melihat keindahan dan keajaiban alam disana. Sesuatu yang ia senangi dari lubuk hatinya. Kalau saja ia terlalu lama terpukau gerhana, mungkin ia lupa mengambil gambar gerhana untuk kakeknya. Di rumah sakit, kakeknya pun melihat gerhana melalui teleskop kertas. Senyum manis mengantarkannya meninggalkan dunia.
Joseph adalah seseorang yang mempunyai prinsip "Yang penting adalah hidup macam mana yang kita jalani, bukan berapa lama kita hidup" dan " Uang memang penting, tapi hidupmu lebih penting". Hal ini didasari pada pengalamannya sebagai prajurit di medan perang. Disana, ia menyadari betapa pentingnya hidup dan betapa singkatnya hidup ini untuk disia-siakan. Ia juga merupakan orang yang memegang kendali atas hidupnya sendiri. Hal yang jarang ia lihat pada kebanyakan orang karena kebanyakan orang yang masa depannya ditentukan oleh orang lain. Oleh karenanya, ia meninggalkan rumah pada usia muda, ikut berperang, berpetualang, berkelana, mencoba-coba hal baru. Si kakek ini juga tidak setuju dengan pendapat bahwa orang yang sudah dekat kematian harus hidup selama mungkin demi keluarganya walaupun harus terus menerus dirawat di rumah sakit, tanpa bisa melakukan aktivitas apa-apa. Baginya, orang seperti itu sudah lama mati walau dibantu dengan alat medis, karena ia sudah tidak bisa melakukan apapun.
Cerita ini memberikan inspirasi pada kita untuk melakukan apa yang kita inginkan tanpa harus selalu mematuhi orang lain apalagi sampai menentukan masa depan kita. Kita diingatkan untuk menikmati hidup dengan cara yang kita inginkan, karena hidup itu hanya sementara. Meraih cita-cita dan impian adalah suatu keharusan agar kita merasa 'hidup'. Hidup bukanlah sesuatu yang mengekang kita dalam rutinitas sehingga tanpa sadar kita sudah melewati hampir seluruh masa hidup kita tanpa pernah meraih kehidupan itu sendiri dan menyesal kemudian hari.
Namun, terkadang di mata orang lain, hal ini dianggap egois karena hanya menginginkannya demi kepuasan diri sendiri. dianggap Liar, karena pergi berpetualang sehingga meninggalkan keluarga sedemikian lama hanya untuk kesenangan pribadi. Tak bermasa depan, karena hal-hal yang ingin dicapai tidak menghasilkan penghasilan yang sepadan demi keluarga. Dan melakukan banyak hal yang dipandang sia-sia oleh orang lain walau yang demikian itu bermakna sekali bagi kita. Kita mungkin ingin membuka toko bunga kecil-kecilan walau bisa melamar di perusahaan akuntan publik terkemuka. Mungkin saja ingin bepergian berkeliling Indonesia sampai ke perbatasan untuk mengambil gambar keadaan saudara kita disana. Atau sekedar mendendangkan syair-syair merdu untuk menghibur orang. Dan masih banyak hal lain. Yang sepele namun bermakna dalam bagi kita. Apalagi terkadang kesuksesan seseorang dinilai oleh uang. Sukses adalah kebebasan finansial. Sukses adalah kemampuan untuk menjadi seseorang yang disegani. Sukses berarti mampu membeli banyak mobil, rumah dan perlengkapan elektronik. Sukses itu bisa menikahi wanita cantik. Sukses membawa kebahagiaan (apa iya?)
Kita memang sadar bahwa uang memang penting dalam hidup, tapi apakah sebegitu pentingnya sampai kita rela melepas hidup? Bagaimana dengan anda?
cerita ini berawal dari keinginan seorang kakek bernama Joseph untuk pergi melihat gerhana matahari sebagai petualang terakhir yang ingin ia lakukan untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggal dunia karena penyakit kanker yang menggerogotinya. Hal ini dilakukan sebagai keinginan terakhirnya karena pada 4 kesempatan sebelumnya ia selalu gagal untuk melihat gerhana matahari. Lokasi yang diinginkan adalah Ceduna, sangat jauh dari Queensland dimana ia dirawat. Hal ini tentu saja mendapatkan tentangan dari keluarganya. Namun begitu, jiwa petualang Joseph yang tidak menerima hidupnya berakhir di rumah sakit menunggu kematian menjemput tidak menyurutkan keinginan Joseph untuk bertualang melihat gerhana matahari Ceduna. Ia pun mengajak cucunya Sarah untuk ikut serta , walau tanpa Sarah pun Joseph tetap pergi. Joseph juga memberikan buku hariannya yang ditulis di usia senjanya kepada SArah, padahal buku itu tak pernah ia ijinkan untuk dibaca orang lain selain istrinya. Setelah mengalami konflik batin yang cukup lama, akhirnya Sarah memutuskan menemani kakeknya bertualang menuju Ceduna.
Sarah yang belum pernah melakukan petualangan sebelumnya banyak melakukan hal-hal baru seperti mengendarai mobil dobel gardan yang disewa kakeknya, padahal ia terbiasa mengendarai mobil transmisi otomatis untuk berangkat kerja. Selama perjalanan, mereka menyempatkan diri untuk singgah dibeberapa tempat yang belum pernah SArah kunjungi. SArah pun merasa senang karena ia menemukan jiwanya yang hilang, bisa mendengarkan kisah-kisah kakek rentanya, mengambil gambar-gambar menakjubkan yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Walaupun kakeknya terus menutupi keadaan bahwa penyakitnya makin cepat menggerogotinya. Membuatnya semakin cepat mendekati kematian.
Beberapa hari sebelum peristiwa gerhana terjadi, tiba-tiba kakeknya tidak sadarkan diri dan terpaksa kembali dirawat di kota Port Augusta yang dekat dengan Ceduna. Sarah pun kembali mengalami konflik batin, antara menjaga kakek tersayangnya atau meneruskan perjalanan. Tentu saja, Joseph meminta Sarah untuk meneruskan perjalanan dan memotret gerhana sebagai hadiah terakhir untuknya. Akhirnya, dengan berat hati, Sarah pun segera pergi ke Ceduna, tujuan utama perjalanannya. Disana, ia menyadari kenapa kakeknya begitu ngotot ingin pergi. Ia melihat keindahan dan keajaiban alam disana. Sesuatu yang ia senangi dari lubuk hatinya. Kalau saja ia terlalu lama terpukau gerhana, mungkin ia lupa mengambil gambar gerhana untuk kakeknya. Di rumah sakit, kakeknya pun melihat gerhana melalui teleskop kertas. Senyum manis mengantarkannya meninggalkan dunia.
Joseph adalah seseorang yang mempunyai prinsip "Yang penting adalah hidup macam mana yang kita jalani, bukan berapa lama kita hidup" dan " Uang memang penting, tapi hidupmu lebih penting". Hal ini didasari pada pengalamannya sebagai prajurit di medan perang. Disana, ia menyadari betapa pentingnya hidup dan betapa singkatnya hidup ini untuk disia-siakan. Ia juga merupakan orang yang memegang kendali atas hidupnya sendiri. Hal yang jarang ia lihat pada kebanyakan orang karena kebanyakan orang yang masa depannya ditentukan oleh orang lain. Oleh karenanya, ia meninggalkan rumah pada usia muda, ikut berperang, berpetualang, berkelana, mencoba-coba hal baru. Si kakek ini juga tidak setuju dengan pendapat bahwa orang yang sudah dekat kematian harus hidup selama mungkin demi keluarganya walaupun harus terus menerus dirawat di rumah sakit, tanpa bisa melakukan aktivitas apa-apa. Baginya, orang seperti itu sudah lama mati walau dibantu dengan alat medis, karena ia sudah tidak bisa melakukan apapun.
Cerita ini memberikan inspirasi pada kita untuk melakukan apa yang kita inginkan tanpa harus selalu mematuhi orang lain apalagi sampai menentukan masa depan kita. Kita diingatkan untuk menikmati hidup dengan cara yang kita inginkan, karena hidup itu hanya sementara. Meraih cita-cita dan impian adalah suatu keharusan agar kita merasa 'hidup'. Hidup bukanlah sesuatu yang mengekang kita dalam rutinitas sehingga tanpa sadar kita sudah melewati hampir seluruh masa hidup kita tanpa pernah meraih kehidupan itu sendiri dan menyesal kemudian hari.
Namun, terkadang di mata orang lain, hal ini dianggap egois karena hanya menginginkannya demi kepuasan diri sendiri. dianggap Liar, karena pergi berpetualang sehingga meninggalkan keluarga sedemikian lama hanya untuk kesenangan pribadi. Tak bermasa depan, karena hal-hal yang ingin dicapai tidak menghasilkan penghasilan yang sepadan demi keluarga. Dan melakukan banyak hal yang dipandang sia-sia oleh orang lain walau yang demikian itu bermakna sekali bagi kita. Kita mungkin ingin membuka toko bunga kecil-kecilan walau bisa melamar di perusahaan akuntan publik terkemuka. Mungkin saja ingin bepergian berkeliling Indonesia sampai ke perbatasan untuk mengambil gambar keadaan saudara kita disana. Atau sekedar mendendangkan syair-syair merdu untuk menghibur orang. Dan masih banyak hal lain. Yang sepele namun bermakna dalam bagi kita. Apalagi terkadang kesuksesan seseorang dinilai oleh uang. Sukses adalah kebebasan finansial. Sukses adalah kemampuan untuk menjadi seseorang yang disegani. Sukses berarti mampu membeli banyak mobil, rumah dan perlengkapan elektronik. Sukses itu bisa menikahi wanita cantik. Sukses membawa kebahagiaan (apa iya?)
Kita memang sadar bahwa uang memang penting dalam hidup, tapi apakah sebegitu pentingnya sampai kita rela melepas hidup? Bagaimana dengan anda?
depresi tidak meningkatkan peluang kesuksesan.
ketika berada dalam keadaan dimana kita hanya bisa menunggu hasil penilaian dari usaha/pekerjaan kita, kita tentu akan merasa tertekan, depresi ataupun cemas. Pada beberapa situasi, hal ini dapat mengggangu aktivitas rutin kita, makan, tidur, istirahat, belajar, dll. Semangat menurun, hidup tidak produktif, hari-hari mendera hati dan pikiran yang senantiasa berdebar. Kita bisa tidak tenang dibuatnya.
Namun, ketika dipikir kembali, apa hal ini akan mempengaruhi hasil pekerjaan kita ? APa dengan keadaan ini, hasil penilaian kita akan menjadi baik? Apa akan membuat kita mempersiapkan hidup lebih baik?
TIdak.
Sekali lagi, TIDAK.
Depresi, dari stres yang berlebih hanya akan merugikan kita sendiri. Bila hasil usaha kita baik, tenaga kita habis terforsir karena memikirkannya saja. Bila hasil usaha kita tsb kurang baik, kita malah akan jatuh lebih dalam.
'TApi hasilnya itu berpengaruh besar terhadap hidupku, EKA!', ujarnya.
Setiap pilihan hidup itu pasti punya pengaruh pada hidup kita masing2. Besar kecilnya tergantung pada kita sendiri. Kita memang harus siap pada masing2 konsekuensinya.
Stres yang baik akan memberi kita kesempatan untuk berbicara pada kita. Berdiskusi pada diri kita sendiri. 'Bagaimana jika gagal?', 'Bagaimana jika begini?', atau 'Bagaimana jika begitu?' dan lain2..
Janganlah mulai jawaban2 pertanyaan tersebut dengan "ah", "aduh", "coba saja..", bahkan dengan umpatan2. Bayangkanlah jawaban2 yang singkat, mudah, ringkas sedemikian hingga kita dapat bangkit dari kegagalan. Mulailah dengan jawaban2 positif, "saya pasti bisa", "Saya akan melakukan ini dan itu jika hasilnya kurang baik" dan bermacam-macam lagi.
Stres yang demikian dapat membuat kita lebih tenang dalam menjalani hari2 yang tidak menentu bagi mereka yang menjalaninya.
Jika depresi masih membelit, mintalah Tuhan untuk menjadikan diri kita lebih kuat dari depresi yang melanda. Minta IA menggandengmu dalam hidup. Dan berterimakasihlah padaNya bila depresi itu telah lewat.
Bagaimana dengan Anda?
Namun, ketika dipikir kembali, apa hal ini akan mempengaruhi hasil pekerjaan kita ? APa dengan keadaan ini, hasil penilaian kita akan menjadi baik? Apa akan membuat kita mempersiapkan hidup lebih baik?
TIdak.
Sekali lagi, TIDAK.
Depresi, dari stres yang berlebih hanya akan merugikan kita sendiri. Bila hasil usaha kita baik, tenaga kita habis terforsir karena memikirkannya saja. Bila hasil usaha kita tsb kurang baik, kita malah akan jatuh lebih dalam.
'TApi hasilnya itu berpengaruh besar terhadap hidupku, EKA!', ujarnya.
Setiap pilihan hidup itu pasti punya pengaruh pada hidup kita masing2. Besar kecilnya tergantung pada kita sendiri. Kita memang harus siap pada masing2 konsekuensinya.
Stres yang baik akan memberi kita kesempatan untuk berbicara pada kita. Berdiskusi pada diri kita sendiri. 'Bagaimana jika gagal?', 'Bagaimana jika begini?', atau 'Bagaimana jika begitu?' dan lain2..
Janganlah mulai jawaban2 pertanyaan tersebut dengan "ah", "aduh", "coba saja..", bahkan dengan umpatan2. Bayangkanlah jawaban2 yang singkat, mudah, ringkas sedemikian hingga kita dapat bangkit dari kegagalan. Mulailah dengan jawaban2 positif, "saya pasti bisa", "Saya akan melakukan ini dan itu jika hasilnya kurang baik" dan bermacam-macam lagi.
Stres yang demikian dapat membuat kita lebih tenang dalam menjalani hari2 yang tidak menentu bagi mereka yang menjalaninya.
Jika depresi masih membelit, mintalah Tuhan untuk menjadikan diri kita lebih kuat dari depresi yang melanda. Minta IA menggandengmu dalam hidup. Dan berterimakasihlah padaNya bila depresi itu telah lewat.
Bagaimana dengan Anda?
05 Desember 2009
Proaktif vs Reaktif
Membaca buku 7 Habits of Highly Effectively TEens sewaktu remaja dahulu belum menjamin bahwa 7 tahun kemudian kita akan bisa berlaku seperti yang ada pada buku tersebut walaupun telah mencobanya.
berpikir reaktif dianalogikan sebagai botol minuman bersoda yang digoncang2. Kita pun sudah paham apa yang terjadi bila tutup botol tersebut dibuka. Isi botol itu pun akan menyembur kemana-mana.
Lain halnya dengan proaktif. Proaktif adalah kebalikan dari sifat reaktif. Ia tahan guncangan, walau diguncang pun ia tidak akan menyemburkan isinya kemana-mana seperti halnya analogi sifat reaktif.
Orang yang bersifat reaktif cenderung berlaku menurut keadaan sekitarnya. Jika ia tidak diguncang, maka ia akan tetap tenang. Namun, bila diguncang, ia akan ikut berguncang dan bergejolak sehingga akhirnya mengeluarkan semua yang ada dalam hatinya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya.
bila Seseorang mampu berlakju proaktif, ia tidak akan goyah karena guncangan. Ia akan berlaku layaknya air dalam gelas, yang kembali ke bentuk semula bila diguncang. Ia dapat kembali seperti keadaannya semula seperti sebelum diguncang. Ia akan dapat berpikir tenang dan tidak terbawa keadaan sekitar. Karena ia dapat berlaku tenang maka ia akan dapat berlaku sesuai keadaan disekitarnya.
Yang manakah kita, reaktif atau positif?
Secara pribadi, saya mencoba untuk selalu bersikap proaktif. Mencoba bersikap seperti diri sendiri tak tergoyahkan oleh keadaan sekitar namun berujar sesuai dengan keadaan sekitar. Tapi banyak hal yang masih kuanggap sebagai sikap reaktif, contoh : ketika berkomentar di facebook atau blog teman, saya selalu terdorong untuk menambahkan apa yang dikomentari orang sebelumnya, juga ketika dihadapkan pada pilihan bidang untuk berkarir, dan masih banyak lagi.
Untuk mencontohkan orang untuk bersikap proaktif, saya masih butuh banyak waktu..
bagaimana dengan anda?
berpikir reaktif dianalogikan sebagai botol minuman bersoda yang digoncang2. Kita pun sudah paham apa yang terjadi bila tutup botol tersebut dibuka. Isi botol itu pun akan menyembur kemana-mana.
Lain halnya dengan proaktif. Proaktif adalah kebalikan dari sifat reaktif. Ia tahan guncangan, walau diguncang pun ia tidak akan menyemburkan isinya kemana-mana seperti halnya analogi sifat reaktif.
Orang yang bersifat reaktif cenderung berlaku menurut keadaan sekitarnya. Jika ia tidak diguncang, maka ia akan tetap tenang. Namun, bila diguncang, ia akan ikut berguncang dan bergejolak sehingga akhirnya mengeluarkan semua yang ada dalam hatinya tanpa melihat keadaan di sekelilingnya.
bila Seseorang mampu berlakju proaktif, ia tidak akan goyah karena guncangan. Ia akan berlaku layaknya air dalam gelas, yang kembali ke bentuk semula bila diguncang. Ia dapat kembali seperti keadaannya semula seperti sebelum diguncang. Ia akan dapat berpikir tenang dan tidak terbawa keadaan sekitar. Karena ia dapat berlaku tenang maka ia akan dapat berlaku sesuai keadaan disekitarnya.
Yang manakah kita, reaktif atau positif?
Secara pribadi, saya mencoba untuk selalu bersikap proaktif. Mencoba bersikap seperti diri sendiri tak tergoyahkan oleh keadaan sekitar namun berujar sesuai dengan keadaan sekitar. Tapi banyak hal yang masih kuanggap sebagai sikap reaktif, contoh : ketika berkomentar di facebook atau blog teman, saya selalu terdorong untuk menambahkan apa yang dikomentari orang sebelumnya, juga ketika dihadapkan pada pilihan bidang untuk berkarir, dan masih banyak lagi.
Untuk mencontohkan orang untuk bersikap proaktif, saya masih butuh banyak waktu..
bagaimana dengan anda?
Langganan:
Postingan (Atom)